Saturday, December 27, 2008

Prestasi, Usaha dan Hadiah

Menjelang tahun baru, Lebaran, Natal, atau pas semesteran anak sekolah, omset bisnis hadiah biasanya naik. Semua orang mencari hadiah buat anak buahnya, buat istrinya atau buat anaknya tersayang. Dan biasanya nilai dari hadiah ini secara langsung atau tidak langsung dikaitkan dengan "kerja besar" yang dilakukan si penerima hadiah. Dalam tulisan kali ini saya akan sedikit menyinggung tentang kaitan antara hadiah, usaha dan prestasi.


Di tingkat SD kita sering disuruh mengerjakan kerajinan tangan oleh guru kita. Bagi saya tugas tersebut sangat tidak senang, karena bingung harus membuat apa. Apalagi guru sendiri jarang sekali memberi gambaran kerajinan tangan tersebut berbentuk apa saja. Bagi anak yang orang tuanya pengrajin, dengan bangganya memamerkan hasil kerajinannya yang pada kenyataannya hasil bantuan orang tuanya. Anak yang tidak terlalu bagus kerajinannya seperti saya, dengan malu-malu memperlihatkan hasil kerajinannya kepada teman atau gurunya. Pihak guru sendiri seolah-olah silau dengan kehebatan hasil kerajinan anak yang orang tuanya pengrajin tersebut dan memandang sebelah mata anak yang hasil kerajinannya jelek karena hasil jerih payah sendiri.

Di sini ada sebuah pelajaran yang dilupakan pihak guru yaitu tujuan dari tugas pembuatan kerajinan tersebut. Seorang anak disuruh membuat karya kerajinan bukan hanya untuk dinilai bagus tidaknya hasil kerajinan tersbut, tapi harus dinilai sampai sejauh mana anak berusaha mencari ide-ide serta usaha mewujudkan ide orisinilnya itu yang dituangkan dalam hasil kerajinan. Bolehlah si guru menilai lebih kepada kerajinan yang dibantu orang tuanya karena si guru sendiri tidak bisa seenaknya berburuk sangka kepada anak didiknya, tapi juga si guru harus bisa menghargai kerajinan hasil olahan orisinil anak didiknya yang lain meskipun menurut kasat mata jauh dari kesan indah. Dengan demikian si anak didik bisa merasakan jerih payah dari usahanya.

Ada satu contoh lagi yang penulis alami sendiri. Ketika saya harus menggantikan wakil sekolah dalam mengikuti kontes membaca, karena wakil sekolah yang telah ditunjuk ternyata mendadak sakit. Saya sendiri sebenarnya tidak terlalu suka tampil karena termasuk anak pemalu. Ternyata hasil dari kontes membaca yang saya ikuti tersebut tidak masuk nominasi, kalah telak. Pada apel pagi yang dilakukan sebelum masuk kelas, kepala sekolah menyatakan penyesalannya atas hasil kontes itu, dan mengatakan kalau anak yang sudah ditunjuk sebelumnya tidak sakit mungkin akan juara. Betapa sakitnya penulis mendengar ucapan kepala sekolah tersebut. Betapa tidak, karena usaha yang saya lakukan tidak dihargainya sama sekali. Padahal untuk tampil saja saya harus berperang dengan diri sendiri dengan bersabar menghilangkan rasa malu. Di sini kepala sekolah juga lupa, bahwa bagi anak didik kontes atau perlombaan apapun tujuannya bukan juara itu sendiri, tapi untuk mendidik anak berusaha untuk mengaktualisasikan dirinya. Di sini usahanya yang harus dinilai bukan hasilnya.

Dulu setiap menjelang peringatan HUT kemerdekaan, disetiap daerah sering diselenggarakan berbagai kegiatan, baik olah raga, seni maupun bentuk lainnya. Dalam kegiatan olah raga, sepakbola anak SD antar kampung adalah yang paling menarik. Hadiahnya bisa berupa ayam, kambing atau dalam bentuk uang. Yang paling menyedihkan adalah kadang-kadang kompetisi tersebut bubar di tengah jalan karena terjadi perselisihan dan perkelahian dan kadang-kadang berkembang menjadi perkelahian antar kampung. Karena sering menjadi biang keributan akhirnya pertandingan seperti ini menjadi tidak populer.

Di mana permasalahannya? Permasalahannya ada pada sistem hadiah. Seharusnya jangan hadiah yang harus ditonjolkan. Yang harus ditonjolkan adalah sportifitas, persahabatan dan semangat juang. Kita boleh memberi hadiah tapi jangan melulu dalam bentuk materi tapi dalam bentuk penghormatan. Jadi bagi seorang anak pertandingan seperti itu adalah ajang belajar. Ajang belajar untuk menumbuhkah perjuangan untuk meraih cita-cita. Inilah sebenarnya hadiah yang paling besar. Jadi pihak yang kalah dan yang menang semua memperoleh pelajaran ini. Kalau hadiahnya dalam bentuk materi motifasinya akan lain. Seorang anak akan terdorong untuk berusaha dengan cara apapun untuk memperoleh hadiah tersebut, meskipun dengan cara yang licik. Makanya tidak aneh bila terjadi bentrokan fisik, karena semua berusaha untuk memperoleh hadiah yang disediakan panitia apapun caranya.

Permainan panjat pinang mungkin sarat dengan pelajaran, meskipun pemainnya kebanyakan dilakukan oleh orang dewasa. Di sini bukan individu yang menonjol tapi kerjasama kelompok. Setiap peserta berusaha memberikan kontribusi semaksimal mungkin supaya hadial yang tergantung di atas batang pinang terambil. Yang kuat badannya mengangkat yang kecil dan yang kecil badannya mengangkat yang lebih kecil. Semua berusaha dengan memeras pikiran bagaimana menghilangkan licin yang melekat di batang pinang. Kemudian hadiah yang didapat dibagikan dengan adil kepada semua peserta sesuai dengan besar kontribusinya. Sehingga dalam permainan panjat pinang hampir tidak pernah terjadi keributan memperebutkan hadiahnya, bahkan menjadi hiburan gratis yang sangat menarik. 

No comments: