Wednesday, December 3, 2008

Serbuan Produk Cina ke Jepang

Sebenarnya tulisan ini sudah tidak up to date, ditulis beberapa tahun yang lalu. Beberapa parameter sudah berubah, malahan sekarang negara kitapun menjadi "korban" serbuan produk Cina semenjak beberapa tahun yang lalu yang ketika tulisan ini saya tulis belum terjadi. Anggaplah bacaan sejarah.
--------------
Cina yang pada awal tahun ini sempat terisolir akibat wabah SARS, terus memperlihatkan perkembangan perekonomiannya. Bangkitnya ekonomi Cina akhir-akhir ini bukan hanya dikhawatirkan negara-negara Asean, juga negara maju seperti Amerika dan Jepang. Apalagi setelah bergabung sebagai anggota WTO tahun 2001 semakin mengokohkan kedudukannya.

Sekitar tahun 1991, ketika saya baru datang ke Jepang, rasanya sulit sekali menemukan produk buatan Cina, apalagi produk elektronik. Waktu itu ekonomi Jepang sedang pada puncaknya. Produk pakaian jadi untuk kualitas kelas satu didominasi oleh buatan local (jepang) dan kelas dua oleh buatan Korea, hampir tidak satupun terlihat produk Cina. Waktu itu harga-harga barang dalam negeri Jepang sangat mahal dibanding sekarang. Sulit sekali mencari baju yang berharga di bawah 1000 yen. Begitu juga produk personal komputer, dikuasai oleh produk dalam negeri bermerk NEC dan Epson yang waktu itu tidak kompatibel dengan komputer IBM. Sulit sekali mencari komputer yang berkompatibel IBM. Waktu itu teman saya banyak yang membeli langsung ke Amerika untuk memperoleh komputer kompatibel IBM seperti Gateway dan Compac. Meskipun harus membayar biaya kirim dan bea masuk , tetapi kalau dihitung masih murah dibanding dengan produk dalam negeri. Kemudian sekitar tahun 1992 produk pakaian dari negara-negara ASEAN seperti Indonesia dan Vietnam membanjiri Jepang, juga produk pakaian Cina mulai kelihatan. Waktu itu produk baju murahan dari Vietnam, Indonesia dan Cina bersaing.

Pada tahun 1993/1994 produk pakaian dan sepatu murah dari Cina mulai membanjiri Jepang mengalahkan pesaingnya dari Asean. Selain murah, produk dari Cina ini berkualitas lumayan. Di bidang elektronik, saya mulai melihat radio mini murah made in China, yang sebenarnya produk dagangan ini sudah tidak diproduksi lagi di Jepang sejak puluhan tahun yang lalu, karena digantikan oleh radio chip berukuran kartu.

Sekitar tahun 1995 terjadi kenaikan kurs Yen (Endaka) terhadap dolar. Akibatnya produk buatan Jepang menjadi tidak kompetitif. Konsekwensinya pabrik-pabrik banyak yang diungsikan ke negara Asean dan Cina untuk menekan biaya produksi. Sebagai arus baliknya, membanjirlah produk-produk elektronik merk Jepang buatan negara Asean dan Cina. Produk Jepang asli (made in Japan) dan produk Jepang buatan luar bersaing di pasaran Jepang dengan selisih harga 2000-5000 lebih murah untuk buatan luar Jepang. Waktu itu orang Jepang sendiri (termasuk saya) masih meragukan produk-produk buatan luar itu meskipun bermerk Sony atau Toshiba.

Memasuki tahun 97-an terjadi perubahan komposisi. Produk Jepang yang asli menjadi sulit dicari, baik produk elektronik apalagi pakaian. Orang Jepang sendiri sudah familiar membeli baju, jaket atau sepatu buatan Cina atau membeli MD walkman merk Sony atau Aiwa buatan Cina. Tentu harga barang-barang tersebut menjadi lebih murah dibanding tahun 91-an. Kita bisa menemukan baju jas yang berharga 10 ribu yen, padahal sebelumnya biasanya berharga di atas 30 ribu yen. Harga kamera saku yang dilengkapi zoom berharga belasan ribu yen, padahal sebelumnya 30 ribu yen keatas.

Bagaimana dengan produk pakaian yang tahun 93-an produk Asean dan Cina masih satu level ? Ternyata produk pakaian buatan Cina sudah menggantikan produk lokal maupun Korea dan produk baju buatan Asean seperti Indonesia masih tetap dilevel rendah dan jenisnya bisa dihitung dengan jari. Hal ini didorong oleh berbondong-bondongnya perusahaan pakaian Jepang memproduksi barangnya di Cina.

Memasuki tahun 2000, bukan hanya produk Jepang buatan Cina tapi produk Cina asli sudah merambah pasar Jepang. Di toko-toko elektronik sudah mulai dipajang produk elektronik bermerk Cina, terutama pada produk alat-alat elektronik sederhana seperti blender, iron, vacum cleaner dan kipas angin. Malahan Haier, produk elektronik besar Cina pada tahun 2003 ini membuka toko besar di kawasan Ginza Tokyo. Haier banyak memproduksi barang elektronik kebutuhan rumah tangga, seperti kulkas dan mesin cuci.

100 yen shop
Di tengah-tengah pasar Jepang yang lesu akibat depresi yang berkepanjangan ini, 100 yen shop adalah perkecualian. Dari tahun ke tahun pasarnya terus meningkat. Hampir di setiap kota sekarang bisa mendapatinya. Yang menjadi daya tarik 100 yen shop ini selain harga yang relatif murah menurut ukuran standard di sini, juga jenis barangnya yang sangat bervariasi sehingga orang tertarik untuk membelinya.

Cina-lah pemasok terbesar 100 yen shop ini dan sebagian kecil berasal dari negara Asean, Korea, India dan Eropa. Bisa dibayangkan berapa ribu tenaga kerja yang diserap di Cina hanya untuk memasok 100 yen shop ini.

Produk lainnya
Karena secara geografis relatif dekat, produk pertanian juga membanjiri Jepang. Bawang Bombay, jamur, rebung, semangka dan banyak lagi. Mungkin beraslah yang dipertahankan mati-matian oleh petani Jepang supaya tidak tersaingi oleh beras dari Cina. Sebenarnya petani Jepang juga mengeluh dengan adanya produk pertanian Cina ke negaranya. Pada tahun 2002 pemerintah Jepang turun tangan untuk menyelamatkan petaninya dengan membuat kebijaksanaan menaikan bea masuk. Tapi kebijaksanaan ini tidak jadi diterapkan mengingat pemerintah Cina mengancam akan meningkatkan pajak bea masuk mobil dan telepon selular dari Jepang.

Pasar mainan anak-anak juga tidak lepas dari serangan produk Cina. Apalagi perusahaan Cina sudah lama bermain di bidang ini sebagai pemasok pasar di Amerika Serikat.
Sekarang minuman teh dengan kemasan botol plastik atau kaleng membanjiri pasaran mengalahkan minuman juice. Hal ini didorong oleh asumsi bahwa teh bisa menyehatkan dan melangsingkan tubuh. Terutama teh Cina banyak sekali penggemarnya. Selain itu ramuan jamu Cina untuk pelangsing tubuh banyak digandrungi oleh wanita yang ingin kelihatan lebih langsing.
Bahkan pasar batu untuk membuat nisan makam sekalipun tidak dilewatkannya. Tempat untuk menyimpan abu keluarganya yang meninggal ini dibuat dengan menggunakan batu yang permukaannya dihaluskan. Di Jepang sendiri batu dengan ukuran besar sudah sulit diperoleh sehingga mau tidak mau harus mendatangkan dari Cina.

Pengaruh terhadap ekonomi dalam negeri Jepang.
Sekarang hampir setiap perusahaan besar di Jepang sudah mempunyai cabangnya di Cina, terutama bagian produksinya. Bisa kita lihat produk apa saja yang bermerk Jepang bila kita lihat belakangnya hampir semuanya made in Cina. Mulai dari jam tangan Casio, mini compo, TV, video, Walkman. Mungkin yang belum tersentuh adalah produk electronik super canggih seperti handycam, HDD & DVD video recorder dan kamera digital beresolusi tinggi. Bagi perusahaan Jepang sendiri tidak sulit merekrut tenaga kerja Cina yang fasih berbicara bahasa Jepang, karena setiap tahun mahasiswa dari Cina selalu membanjiri universitas-universitas di Jepang baik yang negeri maupun swasta. Di setiap universitas jumlah mahasiswa dari Cina biasanya berjumlah 50% s/d 90% dari jumlah total mahasiswa asing.

Apa akibatnya dengan berbondong-bondongnya perusahaan memindahkan pusat pruduksinya ke Cina ? Di dalam negeri Jepang terjadi kekosongan yang mengakibatkan terjadi lonjakan pengangguran di Jepang. Yang sangat terpukul adalah perusahaan menengah dan kecil yang mengandalkan orderan pembuatan komponen dari perusahaan-perusahaan besar. Perusahaan sekelas ini tidak cukup mampu untuk membangun cabangnya di luar Jepang. Sebagai jalan terobosannya yaitu dengan mendatangkan tenaga kerja dari negara-negara Asean seperti Indonesia dan Amerika Latin seperti Brazil. Sekarang ribuan TKI tersebar diperusahaan-perusahaan kecil dan menengah di Jepang yang biasanya berada jauh dari kota. Kalau kita jalan-jalan di kota pada hari Minggu atau hari libur sangat mudah menemukan para TKI ini. Tapi tidak sedikit TKI yang di-PHK akibat perusahaannya yang bangkrut.

Sebenarnya perusahaan-perusahaan Jepang baik yang besar, menengah atau kecil sudah berpengalaman menghadapi kesulitan. Contohnya saja ketika terjadi “Oil Shock” dua kali yang terjadi pada tahun 1973 dan 1979, yaitu ketika negara-negara Arab penghasil minyak memboikot minyaknya sebagai protes terhadap agresi negara Israel. Jepang yang pasokan energinya tergantung dari negara timur tengah ini menjadi kolaps. Tapi waktu itu perusahaan Jepang bisa menyesuaikan diri sehingga bisa melewati krisis tersebut tanpa menimbulkan gejolak yang berarti. Bahkan dengan adanya krisis energi ini perusahaan-perusahaan Jepang berhasil mengadakan penghematan energi dan membuat produk-produk irit energi, sehingga daya saing produknya meningkat. Mobil-mobil Jepang terkenal irit bahan bakar karena telah berhasil melewati masa krisis ini. Tapi untuk krisis sekarang ini sangat berkepanjangan dan tidak ada tanda-tanda ada perbaikan. Salah satu alasannya adalah permintaan pasar dalam negeri yang sudah jenuh ditambah generasi muda yang jumlahnya terus menyusut sehingga sulit menciptakan “consumption boom”, serta Amerika Serikat yang merupakan pasar terbesar produk Jepang sedang mengalami stagnasi pertumbuhan ekonomi.

Cina sampai sekarang merupakan daerah infestasi yang sangat menarik bagi para penanam modal. Apalagi setelah provinsi diberi otonomi yang luas, masing-masing provinsi berlomba-lomba mempersiapkan regulasi dan infrastruktur untuk memudahkan investor asing menanamkan modalnya. Sekarang jalan toll sudah bisa menghubungkan kota-kota besar di Cina. Karena di sana tanah adalah milik negara, pemerintah Cina dengan mudah bisa membangun infrastruktur untuk menopang pertumbuhan industri ini. Di Cina luas dan jumlah penduduk sebuah provinsi bisa menyamai luas dan jumlah penduduk sebuah negara. Sehingga persaingan antara propinsi di Cina menyamai persaingan antar negara. Selain karena kemudahannya dan tenaga kerja murah yang mudah didapat juga kondisi politik dan keamanan di dalam negeri yang kondusif. Bahan baku dan komponen pendukung yang mudah didapat memudahkan pihak industri menjalankan usahanya.

Lain dengan Korea dan Taiwan, meskipun kedua negara ini lebih dahulu masuk dalam era industri, skalanya tidak sebesar Cina sekarang. Perusahaan Korea masih banyak mengimport komponen berpresisis tinggi dari Jepang. Tapi di negara Cina, dari industri yang memproduksi tekstil, perabot rumah tangga, kendaraan sampai industri semi konduktor sudah ada. Akankah terulang kembali sejarah beberapa abad yang lalu ketika kebudayaan Cina masuk ke Jepang membawa huruf kanji, seni keramik dan agama Budha? Masih harus kita lihat perkembangan selanjutnya.

No comments: